Selasa, 02 November 2010

MEMBAWA HUMOR DAN TAWA KE DALAM KELAS SAINS

Mendapatkan minat dan perhatian siswa  saat memulai pelajaran adalah suatu keharusan. Humor, anekdot, permainan kata, atau tipuan yang cerdas merupakan sesuatu yang cepat mendapat perhatian siswa. Sejauh tidak tajam menusuk perasaan atau merugikan orang lain, tertawa (bukan menertawakan orang lain) bisa meningkatkan daya ingat. Namun, mungkinkah kita tertawa menikmati humor di tengah pembelajaran fisika?
Fisika sering dicap sebagai pelajaran yang menakutkan. Fisika hanyalah pelajaran yang berisi deretan rumus dan angka tak berguna. Berbagai metode telah diterapkan untuk menghapus paradigma yang salah kaprah tersebut. Salah satu motode yang belum dioptimalkan adalah penggunaan humor. Padahal humor bisa membuat pembelajaran fisika menjadi menyenangkan.
Jika disampaikan dalam suasana menyenangkan, pembelajaran fisika akan menjadi aktif, kreatif, dan efektif. Otak manusia senang sekali dengan humor yang baik. Ada keuntungan-keuntungan psikologis jika kita menggunakan humor di ruang kelas. Dalam buku Teachers, Your Bait!, Martha Kaufeldt mengemukakan beberapa manfaat penggunaan humor di ruang kelas:
Pertama, saat tertawa bersama, akan terbentuk rasa diikutsertakan dalam diri siswa. Kedua, karena emosi dapat meningkatkan daya ingat, maka humor akan menaikkan kesempurnaan siswa untuk mengingat apa yang mereka pelajari. Ketiga, humor yang sehat dapat mengendorkan ketegangan. Ini akan meringankan beban mental siswa dan mengurangi rasa frustrasi dalam belajar fisika.
Fisika seringkali diidentikkan dengan angka, berhitung, dan suasana tegang. Sedangkan tertawa seringkali didentikkan dengan lucu, tersenyum, dan suasana santai. Keduanya seperti dua hal yang bertolak belakang. Tak mungkin dikerjakan bersamaan, apalagi dipadukan. Namun, dengan kreativitas, humor dan fisika bisa disinergikan. Fisika tentu akan lebih menyenangkan jika disajikan dalam kemasan humor.
Guru tentu perlu membawa media pembelajaran ke dalam kelas untuk memudahkan penyampaian materi, misalnya cermin. Merupakan hal yang biasa jika kita membawa cermin untuk pembelajaran cahaya dan alat optik. Hal biasa ini akan menjadi tidak biasa alias lucu jika kita membawa cermin berukuran besar dengan langkah tergopoh-gopoh. Begitu sampai di kelas, cermin bisa dipasang di dinding kelas.
Dengan penuh gaya, kita berdandan seperti layaknya seorang remaja hendak menemui sang kekasih. Setelah membetulkan kerah baju, kita usapkan gel ke rambut. Tapi,... ups ada yang panas di tangan. Rupanya, yang kita usapkan ke rambut bukan gel rambut, tapi balsem!! Alhasil, para siswa pun tertawa.
Tanpa disadari, ketika tertawa, perhatian mereka terus terfokus pada cermin. Saat itulah, pikiran mereka berusaha menggali pengalaman-pengalaman yang berkaitan dengan cahaya dan cermin. Sifat-sifat cahaya dan jenis cermin yang mereka dapatkan sewaktu SD akan kembali muncul di ingatan. Dalam keadaan itu, tentu lebih mudah mengadakan apersepsi pembelajaran.
Begitu pula saat ulangan, siswa selalu disuguhi kalimat-kalimat yang kaku dan kering. Karena masih banyak guru yang langsung mencomot soal dari buku. Kalaupun membuat sendiri, tipe kalimatnya sama dengan yang di buku. Padahal, kita bisa membumbui kalimat soal dengan humor sehingga siswa tidak merasa tegang. Humor pun bisa dinikmati dan ulangan bisa dikerjakan dalam suasana menyenangkan.
Contoh soal ulangan yang sering kita jumpai adalah: Sebuah benda diletakkan 20 cm di depan cermin cekung. Jika panjang fokus cermin adalah 16 cm, hitunglah letak bayangan dan perbesarannya!
Bandingkan dengan soal berikut:  Mas Tukul memiliki ikan arwana yang diletakkan 20 cm di depan cermin cekung. Jika panjang fokus cermin adalah 16 cm, hitunglah letak bayangan dan perbesarannya! Lebih menarik, kan?
Atau, perhatikan soal berikut: Mobil A dan B masing-masing melaju dengan kecepatan 24 m/s dan 20 m/s. Berapakah jarak antara kedua mebil tersebut setelah melaju 3 detik?
Agar  tidak terasa kaku dan kering, kita bisa membumbuinya dengan humor: Tom sedang mengejar Jerry Tom berlari dengan kecepatan 24 m/s dan Jerry 20 m/s. Berapakah jarak Tom dan Jerry setelah 3 detik?
Siswa tentu tersenyum menemui soal ulangan seperti ini. Jika dicermati, humor ini tidak akan menggeser materi pokok pembelajaran fisika. Karena humor hanya sebagai bumbu. Sama seperti ubi yang lebih nikmat jika dibumbui rasa barbeque.
Memang, pembelajaran fisika yang dibumbui humor tidak secara otomatis menghasilkan siswa jenius. Namun, humor bisa menjadikan kelas lebih hidup karena penuh dengan senyum dan tawa. Fisika akan menjadi pelajaran yang membuat kita tertawa. Fisika bukan lagi kumpulan angka yang membuat sakit kepala. Di dalam fisika juga terdapat humor yang membuat tertawa bahagia.
Bukankah  when your soul is happy, your learning is snappy?
 
di kopi dari koranpendidikan.com
Selasa, 24 Maret 2009
WAHYU KRIS ARIES WIRA WARDANA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar